Kekayaan Penuh Keingkaran
Bismillah, alhamdulillah, washolatu wasallam ‘ala rasulillah, amma ba’d.
Masih banyak sekali bertebaran dalam
al-Qur’anul Karim, kisah sejarah umat terdahulu yang menjadi pelajaran
mahal. Kisah yang menjadi panduan Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam
membimbing para sahabatnya, mengkader mereka, berdakwah di
masyarakatnya, menghilangkan kejahiliyaan yang ada pada mereka, dan
tentu menjadi panduan untuk kita semuanya.
Surat yang disunnahkan untuk dibaca
setidaknya seminggu sekali di malam/hari Jumat ialah surat al-Kahfi.
Surat ini memuat beberapa kisah, dan di antaranya adalah kisah tentang
dua orang yang berteman, tetapi mereka diberikan Allah subhana wa ta’ala nasib ekonomi yang berbeda. Allah subhana wa ta’ala di dalam ayat yang ke-32 dari surat al-Kahfi dan seterusnya berkisah tentang dua orang ini.
وَٱضۡرِبۡ لَهُم مَّثَلٗا رَّجُلَيۡنِ
جَعَلۡنَا لِأَحَدِهِمَا جَنَّتَيۡنِ مِنۡ أَعۡنَٰبٖ وَحَفَفۡنَٰهُمَا
بِنَخۡلٖ وَجَعَلۡنَا بَيۡنَهُمَا زَرۡعٗا
“Dan berikanlah kepada mereka sebuah
perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara
keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan kami kelilingi kedua
kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami
buatkan ladang (tanaman-tanaman yang lain).” (al-Kahfi: 32)
Sungguh sangat luar biasa jika kita
membayangkan dua kebun anggur yang dikelilingi oleh kurma, kemudian di
antara kedua kebun itu ada tanaman-tanaman lainnya. Tentu ini adalah
kebun yang luar biasa. Makanya al-Qur’an mengatakan (كِلۡتَا
ٱلۡجَنَّتَيۡنِ ءَاتَتۡ أُكُلَهَا), kedua kebunnya menghasilkan buah.
Maka menjadi kaya rayalah orang ini, berbeda dengan temannya yang
miskin. Akan tetapi, kekayaan yang melimpah ruah yang seharusnya
menghasilkan syukur itu justru menghasilkan kezaliman.
Di ayat 35 Allah menyampaikan itu,
(وَدَخَلَ جَنَّتَهُۥ وَهُوَ ظَالِمٞ لِّنَفۡسِهِۦ), dia masuk kebunnya
dalam keadaan zalim terhadap dirinya sendiri. Lihat! Hati-hatilah dengan
kekayaan. Seharusnya kekayaan di dunia ini—bagi siapa pun yang Allah
berikan kenikmatan kaya di dunia—maka lanjutkan kekayaan itu sampai anda
menjadi orang kaya di akhirat sana, di surga Allah subhana wa ta’ala.
Jangan hanya kaya di dunia yang sementara dan kemudian sengsara di
akhirat nanti. Ini termasuk orang yang merugi, ternyata harta
menghasilkan kezaliman bagi dirinya sendiri.
Setidaknya ada dua kesalahan besar yang
dia lakukan karena kaya lupa diri. Dia pikir dunia ini akan mengabadikan
dirinya hidup di dunia. Dia pikir tidak mati. Dia pikir bisa membeli
segalanya, sampai ia (pemilik kebun) mengatakan (قَالَ مَآ أَظُنُّ أَن
تَبِيدَ هَٰذِهِۦٓ أَبَدٗا), saya menduga bahwa kebun ini akan
akan abadi tidak hilang, terus menghasilkan. Bahkan saya menduga kiamat
itu tidak ada. Pemilik kebun ini berani pada Allah subhana wa ta’ala,
padahal ia hanya memiliki sekelumit debu dunia ini. Hati-hati, orang
lupa diri hanya karena kekayaan yang sangat terbatas. Bahkan dia salah
dalam memaknai harta. (وَلَئِن رُّدِدتُّ إِلَىٰ رَبِّي لَأَجِدَنَّ
خَيۡرٗا مِّنۡهَا مُنقَلَبٗا), ia menduga dengan dia kaya adalah bukti
Allah mencintainya. Dan nanti kalau dia kembali pada Allah dia pasti
mulia. Ini salah tolok ukur. Kemuliaan di sisi Allah bukan karena
kekayaan, tetapi siapa yang paling bertaqwa. Maka dinasihatilah ia oleh
temannya yang baik itu. (أَكَفَرۡتَ بِٱلَّذِي خَلَقَكَ مِن تُرَابٖ),
apakah kamu kafir? Ingkar? Kufur nikmat terhadap yang telah menciptakan
kamu dari tanah, dan seterusnya. Dinasihati tetapi tetap tidak mau,
akhirnya ujung dari semua itu adalah,
وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِۦ فَأَصۡبَحَ
يُقَلِّبُ كَفَّيۡهِ عَلَىٰ مَآ أَنفَقَ فِيهَا وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ
عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَٰلَيۡتَنِي لَمۡ أُشۡرِكۡ بِرَبِّيٓ أَحَدٗا
Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membolak-balikkan
kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan
untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia
berkata: “Aduhai kiranya dulu aku tidak berbuat kemusyrikan kepada Allah.“ (al-Kahfi: 42)
Akhirnya kebun itu dihancurkan Allah subhana wa ta’ala, dan kemudian dia menyesal dan berkata, andai saya tidak berbuat kemusyrikan kepada Allah.
Jadi bukanlah sekadar banyak, akan
tetapi harus berkah. Oleh karena itu, jangan sampai kita menjadi orang
yang lalai, orang yang sombong, orang yang jauh dari agama Allah, hanya
karena harta kita. Karena mudah sekali bagi Allah untuk mencabutnya,
mengambil kenikmatan yang kita nikmati hari ini.
Maka pertahankan keberkahan itu. Ambil berkahnya. Semoga Allah subhana wa ta’ala memberkahi kita semua.
Wallahu’alam bisshowab.
Artikel ini merupakan transkripsi
dari podcast audio Serial Berkah bersama Ust. Budi Ashari, Lc. Versi
audio bisa didapatkan langsung di HP/gadget anda dengan bergabung ke Channel Telegram Siroh Nabawiyyah (@sirohnabawiyyah).Wallahu’alam bisshowab.
Sumber : https://www.akademisiroh.com/serial-berkah-4-kekayaan-penuh-keingkaran/